Selasa, 24 Januari 2012

Surabaya sore ini


Saya melihat beragam potret anak muda hari ini. Terakumulasi dengan hari hari sebelumnya yang kenyataannya memang membuat kepala yang hanya satu ini cukup pening. Bagaimana tidak Ful? Dalam kondisi cukup letih, saya bergegas pulang demi agenda lain yang sudah menunggu. Lampu lalu lintas beralih, menunjukkan warna hijau, yang menandakan saya boleh bergerak ke depan. Namun dalam keramaian deru gas dan tiupan terompet terompet berisik dan berantakan, sungguh saya tidak bisa mengatakan bahwa hal itu tidak berantakan, menerobos lampu lalu lintas yang saya yakini berwarna merah, karena mereka berarak dari arah berlawanan.
Saya hanya bisa berteriak teriak yang tidak menimbulkan pengaruh apa apa kecuali kepuasan batin saya meluapkan sebuah emosi. Mengingat track record saya yang memang suka berteriak di jalanan, memperingatkan orang orang yang bisa membahayakan jiwa para pemakai jalanan. Dan hari inipun saya dihadapkan lagi pada kenyataan tentang anak anak muda, yang sebenarnya saya sendiri sangat berharap pada mereka, bahwa mereka setidaknya berpikir untuk sebuah kehidupan yang sama sama dan semua orang mengalami dan menerimanya.
Saya tidak hanya menemui mereka pada satu ruas jalan, namun di 3 tempat berbeda dengan tingkat keberisikan yang cukup sama. Sama sama mengganggu ruang publik. Adakah kau memiliki sanggahan lain untuk anak muda macam begini? Di sore yang ramai ini, kemudian saya teringat pada salah satu berita di koran pagi tadi. Seorang mahasiswa tingkat akhir yang “melakukan aksi protes” pada pemerintah akhirnya meninggal. 98% dari tubuhnya terpanggang dalam api yang membara, dari bensin bercampur yang ia siramkan ke sekujur tubuhnya. Ia mengalami luka bakar parah. Lagi-lagi, sebuah potret lain anak muda memaparkan realitas yang sama sekaligus berbeda.
Benarkah ada kekecewaan pada pemerintah di balik aksi bakar diri yang menimpanya? Dan benarkah perilaku itu adalah penyikapan atas rasa kekecewaannya?
Apa yang dipikirkan seorang mahasiswa yang sedang sibuk mengerjakan tugas akhir demi kelanjutan hidupnya menuju jalan lain yang mungkin adalah sebuah perjuangan baginya. Ia pernah bergelut di bidang HAM bersama kontras, ia pasti mengenal benar sosok Munir sebagai kepala kontras walaupun mungkin hanya berasal dari tulisan, dengan begitu ia pasti tahu bagaimana langkah langkah Munir memperjuangkan sebuah Hak Azasi Manusia yang terabaikan, menguak kasus kasus mengerikan seputar pembunuhan buruh wanita,atau penegak ideologi beraliran kiri, dengan pendekatan humanis. Sebegitu pendekkah hasil dari proses kekecewaan terhadap pemerintah dari seorang koordinator pemuda pergerakan berujung?
Ada yang menjadi tidak sepakat dengan apa yang menimpa dirinya, ada yang sulit menilai karena beranggapan bahwa aksi ini adalah sebuah ekspresi heroik anak bangsa menyikapi bagaimana kondisi bangsanya. Setiap perlawanan harus diapresiasi, begitu katanya. Ada yang bersyukur ia mati karena bila tidak ia pasti akan menjadi artis dadakan yang mewarnai panggung politik dengan kecenderungan tertentu.
Dan ini, membuat saya tersangkut kembali pada tulisan seorang wartawan muda yang saya baca beberapa minggu silam. Aksi ini ia anggap sebagai bagian dari aksi radikal untuk bisa “mengguncang” pemerintah. Dalam tulisan sinisnya (menurut saya begitu) menanggapi para seniman yang meneriakkan penurunan pemerintah sebelum tahun 2014, ia mempertanyakan teriakan teriakan itu yang akhirnya tidak akan lagi terdengar gaungnya setelah mereka memijakkan kaki di karpet empuk, atau merebahkan diri dengan nyaman di kasur tidur mereka.
Saya juga tidak tahu apa yang akan dilakukan oleh mereka kemudian, namun dari sini saya mempertanyakan lagi. Apakah anak muda ini mencoba membuktikannya? Apakah taruhan nyawa cukup untuk menggelitiki pemerintah yang sampai saat ini belum terdengar suaranya. Ataukah mahasiswa itu terlalu menahan beban berat ekonomi sekaligus beban sosial yang entah kapan akan terselesaikan.
Ataukah ada ketakutan ketakutan yang membuat sebuah pihak tertentu merasakan ketidaknyamanan dengan mahasiswa mahasiswa model Seperti ini? yang itu berarti mensyaratkan adanya sebuah tindak nyata untuk membuat orang orang berkarakter seperti ini harus pergi dari panggung, batas antara rakyat dan penguasa?
Dan lagi, ketika mulai masuk pada kehidupan nyata, kembali lagi menghadapi banyak manusia dan persoalan. Apa yang akan terjadi pada anak anak muda ini, penyikapan yang bagaimanakah yang akan diperbuat oleh kaum muda saat ini?
Dalam realitas yang sama, anak anak muda mengalami kekecewaan terhadap dunia.
Dalam realitas yang sama, anak anak muda memilih jalan hidupnya.

LECTURER

Lecturer

Seorang laki-laki duduk di sebuah bangku kayu warung depan sekolah. Warung itu hanya berupa tenda utama, terdapat 1 bangku kayu yang akan membuat orang yang mendudukinya menghadap ke selatan, menghadap tembok yang penuh coret-coretan tidak karuan. Dan satu lagi di sebelah timurnya setelah gang kecil tempat untuk lewat. Tersedia berbagai bungkusan makanan, nasi kucing, bihun, tempe goreng, telur puyuh, pisang garong, semua berjajar di atas meja panjang yang siap jadi santapan anak-anak sekolahan.
Laki-laki itu berperawakan kecil, dan kurus. Ia sering lebih suka terlihat menyendiri dan merokok. Sering, tiba-tiba pergi seperti mendapatkan sebuah panggilan penting. Aku tidak tahu apa yang ada di pikirannya kala itu, ya dan siapa yang memedulikan pikiran orang satu-satu? Apalagi anak itu sepertinya lebih suka bercerita atau entah sekadar berbicara dengan si ibu pemilik warung.

Kami saling mengenal hanya sebatas –tahu nama dan, kebiasaan duduk di warung yang sama—awal mulanya aku lupa, dan seterusnya. Aku berurusan dengan kehidupanku dulu, seputar main repling, wall climbing,rencana-rencana menonton wayang orang, jalan jalan ke toko buku, dan begitu seterusnya. Dia terkadang ikut bergabung (namun sangat jarang) dan sibuk dengan urusan kehidupannya sendiri, sepertinya dia anak yang keras, bernada ceplas-ceplos ketika bicara, dan cuek. Hingga masa SMA pun lewat, kami menjalani pendidikan kami masing-masing . Pada suatu saat, di bulan Juni atau Juli , seorang teman menambahkan aku menjadi temannya pada sebuah media sosial. Aku agak lupa pada  namanya yang asli. Kutanya, apakah ia adalah seseorang bernama itu? Dan ternyata memang benar. Seorang anak laki laki kurus.
Pada suatu pagi ketika momen olahraga nasional, aku melihat anak itu sedang membeli bensin di tukang bensin eceran, aku memang sering melewati daerah kampusnya bahkan hampir tiap hari, aku memanggilnya sambil lalu, dia terlihat lebih tinggi sekarang. Itupun juga segera berlalu, hingga akhirnya pada suatu hari yang iseng, aku membaca sebuah catatan berjudul guru maya. Kenapa aku tertarik pada catatan itu, karena ada beberapa hal yang menurutku unik disitu,
  1. Anak model beginian kayaknya gak akan mikirin masalah masalah begituan, tapi ternyata sense of kehidupannya lumayan oke. J
  2. Aku juga pernah mengamati sosok yang sama, berinteraksi, dan menulis catatan mengenai orang itu. Tentu saja itu pasti karena ada apa-apa, tak mungkin ketika tidak ada apa apanya aku menulis mengenai/perihal orang.(kau pasti jadi penasaran, hahaha, tapi tulisannya sudah hilang beserta fb yang lama- atau kau merasa bahwa aku mengenal orang itu, kalau aku mengenalnya lebih lama mungkin iya, sekitar 6tahun lalu, tapi aku jadi mengenalnya melalui sudut pandangku)
Dan akhirnya, aku memutuskan untuk mengobrol denganmu melalui sms, awalnya aku hanya menanyakan mungkin lebih tepatnya menyatakan, ternyata kau suka berfilosofi juga. Kau penasaran,dan selalu mempertanyakan identitasku, tapi menurutku itu tak penting, bisa jadi akan terbangun persepsi di balik kepalamu setelah itu, dan kau selalu berujar itu bila aku suka membangun tembok pemisah, namun sebenarnya bukan tembok pemisah,karena obrolan kita tidak akan menuju sebuah kesepakatan, seperti sms sms nyasar biasanya masuk yang pada akhirnya meminta kesempatan untuk sebuah perkenalan, sehingga sebenarnya bukan masalah bukan ketika ada atau tidak ada pembatas. Ini karena kita sudah saling mengenal dan rasa-rasanya lebih leluasa berbicara ketika hanya peduli pada apa yang dibicarakan bukan embel embel di balik itu, tapi oke lah aku mengetahui ketidaknyamananmu. Ditambah dengan kehidupanmu yang keras di belantara Lampung :p. Akhirnya berlanjut dengan obrolan obrolan panjang seputar kehidupan yang tentu saja menurutmu dan menurutku berbeda. Kau pernah berkata bukan, bahwa dunia ini adalah sebuah ketidakpastian, tapi kubilang sebuah ketidakpastian yang akan berujung pada sebuah kepastian.  Namun tentu saja, darimana sebuah kepastian itu ujug-ujug didapat?
Kemudian aku bertanya lagi, dengan apakah kau menamai itu bahagia? apakah kau mencari kebebasan, seperti anak-anak muda lain? Dan ternyata ya, namun dengan baik hati kau menuliskan arti kebebasan itu pada catatanmu dan aku mulai memahami bagaimana kau mendapatkan arti sebuah kebebasan itu dari proses kehidupan yang kau jalani, dan cukuplah itu mendeskripsikan arti kebebebasan yang kau maksudkan dan tentu saja menimbulkan pertanyaan pertanyaan baru buatku. J “it’s when you know what’s good for you and you have an ability to reach it..” so, the most important thing is know what are the good things in our life  that enough to be fought. We have to find the best choice in this one life hyea.
“ mungkin manusia memang mencari cari kebebasan itu dan seolah olah Tuhan menyembunyikannya, dan manusia mulai merengek, memohon mohon pada Tuhan untuk diberi secuil kebebasan, hingga terkadang mereka kemudian lelah dan menyudahi permohonan mereka, mencari kebebasan sendiri seperti yang mereka maui, mungkin berbeda dengan mereka yang akhirnya menyerah, entah Tuhan akan memberi atau tidak, tapi yang berbahaya adalah bila ada  mereka yang berpikir mengenyahkan orang lain untuk mendapatkan kebebasan yang mereka harapkan, hingga kebahagiaan tertinggi yang ingin mereka dapat, tidakkah hal seperti ini benar benar gila?? Dan sampai sebatas mana kita bisa merasa tidak peduli karena kenyataannya makin sering kita temui dalam berbagai belahan kehidupan manapun sekitar kita..miris bukan?” maka kubilang, kala kita butuh kebebasan, kita juga butuh batas…apakah itu manusia lain, apakah itu benda lain, apakah itu pikiran kita sendiri. Manusia butuh batas, karena ia penuh keterbatasan, ia butuh kebebasan, karena ia makhluk terbatas pula, maka ada sebuah ruang ketika kebebasan yang menurutnya itu telah diraihnya, akan  menjadi membosankan pada suatu saat nanti, hingga ia mencari sesuatu yang lain yang bisa membutnya lebih bebas lagi, lebih bahagia lagi.
Hai dosen muda yang baik, langkahmu tentu masih panjang, kurasa mencari berbagai pengalaman sangat baik buat kehidupanmu kelak, siapa tahu suatu saat kau bertemu dengan gajah yang bisa “ngomong” lalu memberi petuah petuah bijak. Atau di sela kebun tebu ada sesosok cacing yang bisa membisikimu banyak hal baik. Hehe.. Yakinlah bahwa kau tidak hanya bertemu dengan omong kosong di kota ini, mampirlah ke rumahku juga, atau kita bisa minum kopi bersama J
*kenapa menyebutnya the hijacked world?
::tribute to mr Lecturer yang hidup di tengah belantara tebu.

MENANGKAP IDE - belajar bersama teman maya 1

Bagaimana Menangkap Ide

–saya mempertanyakan apa makna dari ancang-ancang (?) –
13.Okt’11
Daripada saya menjadi tidak fokus, Okelah, sebelum memulai MK ideologi hari ini. Saya akan menanggapi surat yang masuk ke kotak pos depan rumah. Sebenarnya, mungkin juga bukan menanggapi, karena ini bukan rubrik surat pembaca ataupun psikologi anak, yang hadir tiap minggu di surat kabar lokal ataupun tabloid wanita.
Seperti kue yang berteman dengan teh hangat dan sore hari tulisan ini saya buat. Sehingga memang barangkali saya ini baik hati (dan memang berharap begitu :p ) dan barangkali saya bisa berteman baik pula denganmu. (Amin). Sial, tapi kenapa awalannya kau berkata teman yang tidak saya tahu. Ckckck.

Belum ada tema khusus edisi kali ini (haiyaaaaahhh,lagi-lagi) inspirasi-inspirasi itu memang sering datang di waktu-waktu yang tidak kita harapkan. Bukan bermaksud tidak mengaharapkan tapi terkadang memang tidak tepat waktu, misalnya ketika kita sedang tidak siap dengan pena dan kertas ataupun ketika dosen masih sibuk berbicara, menjelaskan slide-slide mk yang tidak semuanya menyenangkan tapi menjadi sebuah keharusan untuk dipahami. Dan kemudian mereka pergi begitu saja tanpa merasa bersalah bahwa mereka sebenarnya sangat sulit untuk dicari. Entahlah, mereka bersembunyi. Di kolong meja, di balik pintu, ataupun walau mereka bergelantungan bersama piring dan gelas di rak makan. Tapi yang paling sering saya dapati,mereka berlarian ke segala penjuru, tak tentu arah, terpisah-pisah dan sulit untuk disajikan secara apik seperti masakan ibu dari bumbu dan rempah aneka rupa bisa terhidang di meja. Mungkin kemudian kau akan berkata (lagi) jangan mencari mereka, tapi lakukan hal-hal yang bisa mengundang mereka datang dengan sendirinya (layaknya bermain jelangkung kemudian).
Nah begitulah, mungkin ini adalah curhat pertama saya setelah sekian lama tidak cukup serius untuk menulis . Tapi memang begitulah kenyataannya,mungkin kau bisa memberikan saran-saran yang lebih operasional, karena dari penglihatanku yang sedikit agak rabun hingga terkadang keliru menilai realitas (dan sepertinya kali ini tidak), kau bisa begitu produktif menelurkan kata-kata, merangkainya jadi satu hingga menjadi sebuah bangunan kalimat yang rapi.

portal ISI

 The Rainmaker [PORTAL ISI]

by Ratsari Tyas Mardika on Sunday, February 6, 2011 at 7:54pm
Berjajar tenda-tenda penjual hik. Sebuah panggung besar menghadap altar Tuhan. Hmm, bulan keempat datang, hujan masih saja menampar-nampar pepohonan di pinggiran jalan. Daerah selatan tumbang. Salah satu bukti kecilnya makhluk ini.
Aku ingin menghabiskan malam ini untuk mencerca diri. Diriku sendiri pula lainnya. Kau pasti dengar. Dengan penuh kesadaran dan perhatian.
Ini hanya sekadar pertanyaan, bukan gugatan.  Sepertinya yang berhak kugugat hanyalah diriku sendiri.
“Kenapa masih merokok?”
“Masalahnya ada pada mental…  memangnya ada?? [Kau bertanya pada dirimu sendiri].”
[aku menjawab pada diriku sendiri, kau bilang kecanduan fisik hanya berkisar 3 hari… selebihnya mental….]
Hyeah…
“Lalu, keinginan bebasmu untuk memikirkan ilmu?”
“Aku akan bekerja layaknya seorang penjahit. Memenuhi pesanan orang. Kalau tak ada, ku buat untuk diriku sendiri.”
Hyeah…
“……..kita ini memang mudah bosan….”
Dan ini berkaitan dengan begitu banyaknya “hal” di dunia ini. Katamu lagi, pertanyaanku lagi, manusia ini memang makhluk berotak. Kompleks. Ia mudah paham. Sehingga kembali lagi kepada pernyataan awal.
Selalu mencari-cari yang lain, selalu mencari-cari yang baru.

Kau tetap tolok ukur di sebelah telinga kiriku.
Kau, the rainmaker. (^_^)

[Hukum kelembaman itu ada.
 Akan terus bergerak dan tak akan berhenti. Sekali berhenti, akan berkali kali berhenti dan menjadi penghambat dalam laju sebuah proses…]
Share

Mr. Brightside

Mr. Brightside

by Ratsari Tyas Mardika on Sunday, February 6, 2011 at 7:49pm
Hello mister, i saw you sat beside the girl in front of the audience.
Speak up and evaluating about the competition.
But i think you feel enough nervous,do you? I saw your face and your expression, it’s not like usual. Or there are another matter that you have to think, mister? It’s none of my bussiness offcourse. But i remember when you said that the lecturer also in underpresureness when their students don’t reach the goal of the material that their taught about. And do you know.. that was 2 girl, when i’m in the bathroom, i heard their prattle. They have talking about you.
One of them said that “The perfectionist one never receive another argumentation. He consider that his thought is the right and the other is wrong.”
And the other talked,” No.. no.. i think he isn’t like that. I think he still respect about the other thought, maybe he completely wanna to fight his idealism so that he do what he think is the best.”
“ It’s same anyway..”
But i don’t wanna make it be a big problem. I just want to appraise that you really have your own style. Everything that can makes your idealism realized. Yeah, it makes me astonishing. I’m sure..