Sabtu, 05 Mei 2012

Bonus

Unforgettable part A (sebuah kata kata yang pernah saya dengar maknanya dalam bentuk yang lain)
Saya kira saya akan menemukan sesuatu di balik kata kata unforgettable. Mungkin sesuatu yang sangat berkenaan langsung dengan kondisi subjek, dan konteks khusus yang melingkupinya. Namun setelah membaca catatan itu, ya, memang seperti apa yang telah dikatakan oleh si penulis, bahwa kata kata itu mungkin memiliki sebuah makna yang cukup dalam bagi individu individu yang ada di dunia ini, untuk berusaha mewujudkannya.
“berusaha untuk tak terlupakan, dan dikenang sepanjang zaman..”
Saya akhirnya menyepakatinya, bahwa mungkin tiap orang memang menginginkan hal ini. Mungkin ini berarti, manusia menginginkan eksistensinya terakui dalam bentuk yang sama.. bentuk yang universal. Tercatat dalam buku sejarah mungkin, terukir di atas sebuah prasasti, terkenang dalam memori otak, dan tentu saja tertulis di masing masing batu nisan,atau catatan warga negara yang mati di dinas kependudukan. Tapi tentu saja tidak sekadar itu bukan?

Unforgettable part B
Saya mengingat perkataan serupa 5 tahun lalu. Sudah lama. Bukan perkataan, tepatnya sebuah tulisan. Dia ingin dikenang, sebagai seseorang yang berjasa, sebagai seseorang yang memberikan sesuatu pada dunia, sebagai orang yang besar. Itu adalah harapan terbesarnya. Dia punya banyak cita-cita, (konsep cita citanya waktu itu) mulai dari aktor, pilot, dokter, membuat sebuah masterpiece, yang lain saya lupa dan mulai berusaha mengukir prestasi sejak dini, menjadi ketua osis, menjadi siswa teladan tingkat provinsi, menunjukkan diri, menempatkan diri pada posisi terbaik. Semua energi akan dikerahkan dalam usaha untuk meraih semua itu.
Tapi kemudian, 1 tahun kemudian, setelah anak itu mengikuti sebuah aktivitas yang merujuk pada penyadaran akan ketundukan penuh pada yang esa, ia mengatakan pada saya bahwa orientasi hidupnya telah berubah. Ia hidup bukanlah untuk dikenang oleh dunia.. apapun yang akan dia capai, dia mengatakan bahwa hal itu adalah semata mata ia tujukan pada Tuhan. Dia tidak peduli lagi dengan apa yang dunia ini lakukan.Keras. Tegas. Tentu saja saya merasakan perubahan yang sangat drastis dan merasakan sebuah keanehan. Perkataannya malah memperlihatkan bahwa ia tidak akan melakukan hal hal yang berguna bagi kehidupan.Terlampau individualis sepertinya. Ambisi yang begitu besar, tergantikan oleh sesuatu yang abstrak.
“memangnya apa yang dimaui Tuhanmu?”
“Apa yang menjadi perintahNya dan laranganNya.”
“???”
Pada saat itu, saya kembali memikirkan besarnya mimpi mimpi yang bisa dicapai oleh manusia, dan saat itu saya merasa bahwa begitu mudahnya manusia dikotaki, dibatasi, dan dipersempit oleh pemikiran pemikiran yang disebut berasal dari Tuhan.
Dan melalui proses-proses kehidupan yang tidak pendek, nilai itu sepertinya universal. Sebuah kebutuhan.
Menjadi seseorang yang tidak terlupakan memang berbicara mengenai ruang lingkup kebutuhan dan karya yang dihasilkan. Kebutuhan mana sebenarnya yang hendak dijawab olehnya.
Sebuah bantahan terhadap nilai yang lebih tinggi dari aktualisasi saya dapatkan kemarin. Ya.. kebutuhan akan nilai nilai dalam peta pikiran kita. Kebutuhan transendental. Kebutuhan akan sesuatu yang lebih tinggi dari sesuatu di luar manusia itu sendiri. Sesuatu yang abstrak. Gaib. Seringkali diartikan menjadi kebutuhan untuk menciptakan kebaikan, energi positif, dan makna makna lain yang serupa dalam ranah mewujudkan sesuatu yang lebih baik itu, tanpa adanya sebuah pijakan yang bisa dijelaskan kecuali kebutuhan itu tadi. Namun kita bisa bukan? Ya, bagian dari hakekat kemanusiaan kita yang berusaha mencari sesuatu terbenar, sesuatu terbaik.
Dan tentu saja, menjadi sesuatu masing masing adalah pilihan kita. Karya apakah yang hendak dihasilkan? Sebermanfaat apakah karya itu? Dan tentu dengan sendirinya manusia manusia akan mencatatkan namanya dalam dimensi yang telah lalu
Semoga :)






“Saya pegang ajaran Multatuli bahwa kewajiban manusia adalah menjadi manusia (Pram)”.

Selasa, 01 Mei 2012

stagnasi dan kekhawatiran

Seseorang pernah mengatakan pada saya. sebuah kekhawatiran mungkin, atau sebuah gugatan.
stagnasi.
"aku membayangkan bahwa bisa jadi surga itu membosankan."
sehingga apa implikasinya..?
Surga bukanlah sesuatu yang perlu kita kejar, karena kita takut akan kebosanan.karena manusia punya kekhawatiran pada apa yang akan terjadi di kehidupannya yang selanjutnya. baik ketika masih di sini, ataupun setelah dia mati.
mungkinkah sebuah kekhawatiran akan kebosanan itu lebih besar daripada konsekuensi atas kematian itu sendiri?

...