Rabu, 14 September 2011

Malam seribu bulan

di atas bebatuan dan pohon mangga tempatku bersandar.
pasir sudah tak lagi seperti kawan, ia menusuk nusuk tajam, seperti berbicara kasar.
kepada A.
kau tidak bertanya kenapa. hanya menduga betapa.
kaki kaki remuk di bawah persendian tertindih batu serupa itu.
Hingga hari ini, malam gelap suram, kata orang seribu bulan tiba dan bisa menjatuhi diri dengan seribu berkat malaikat.
kau bilang apa?
pasti mencemooh dengan muka kecut.
" Ribuan malaikat akan datang membawa smartphone atau Digital Single Lens Reflect, setidaknya mereka akan melihat orang orang sembahyang di rumah ibadah yang hanya 50 meter berjarak dengan mobil mewah.
biar dipotret! biar dilaporkan pada Tuhan. kemudian biar diunggah dan disertai hasil timbangan pahala dan dosa. Biar dikomentari. Biar dikomentari.
Kehidupan makin singkat dan brutal.
Kau berkata lagi, bersyukur adalah bagian dari iman,
Kau tak bilang sembahyang wajib mesti begini , tak boleh ini dan itu.
hingga malam seribu bulan tiba.
hendak apa malam ini?
kau bilang bukan begadang yang dicari-cari
kebaikan hakiki dari tiap diri, memahami, dan berbuat pasti.

siapa kita di bawah semesta luas..
=jangan lengah dan terus mencari, di sela kitab sucipun masih ada puisi=

Tidak ada komentar:

Posting Komentar